Senin, 15 Oktober 2012

"Pasir Putih Mendesah"


"Pasir Putih Mendesah"

Masih teringat jelas. Guratan senyum di wajah tampan Risman. Tutur kata yang menyejukan hati. Sendau gurau yang menyenangkan. Kecupan manis yang menggelora. Senja dikala itu, Risman mengajakku ke pantai yang tak berpenghuni, hanya 2 manusia, aku dan Risman. Langit penuh biru dan awan penuh putih. Burung-burung Elang terbang tinggi lalu bertengger di puncak karang berusia ratusan tahun. Nyiur daun kelapa melambai bersama tiupan angin. Ombak-ombak bergulung berlari kecil membasahi sepasang kaki milkiku dan Risman. Risman melihat satu buah kelapa jatuh dari induknya. Segera kami pun menghampirinya. Dengan sekuat tenaga dalam Risman membuka kelopak buah itu dan berdua kami meminumnya di atas hamparan butir-butir pasir.
Di atas pasir-pasir itulah, kami jua menghabisi air kelapa itu. Kemudian bola mata Risman yang teduh menatap tajam ke arah mataku menusuk jantung. Seakan-akan matanya berbicara,”Bercintalah terus denganku,” dan ia berkata,”Tara , kau adalah wanita istimewa dalam hidupku, Maukah kau menyimpan kisah cinta kita selalu dalam sudut hatimu terbingkai rapi dan teristimewa?”. Achh, pertanyaannya bagai badai yang menimpa tubuhku. Bagaimana mungkin aku tidak mau, Risman telah menjadi keindahan dalam hidupku. “Tak perlu kau tanyakan lagi, kekasihku, RIsman. Sudah tentu aku mau, aku akan menjaganya dan akan terus kusirami bunga-bunga yang telah kita rangkai di taman kita,” jawabku.

“Terima kasih wanitaku. Ingat, kemana pun aku berlayar kau akan selalu bertumpu di hatiku,” ujar Risman dengan tangan kanannya menyentuh dadanya. Aku terkesima mendengar ucapan Risman yang menimbulkan pertanyaan berdenyut bagiku.

“Berlayar? Apakah kau akan berlayar meninggalkan aku sendiri?”, tanyaku resah.
“Aku tidak akan kemana-mana Tara, janganlah kau risau, aku selalu ada untukmu di sini,” ucapnya sambil memindahkan tangan kanannya tadi menyentuh tepat di hatiku.
“Tara, sebelum ada lelaki lain yang terpikat padamu. Aku ingin kau menjadi wanitaku yang sah,” tutur Risman.

“Achhh..”, aku mendesah dalam hati. Tak hanya aku, tapi semua wujud di pantai ini. Entah angin, ombak, awan, langit, Burung Elang, pohon kelapa,  karang, pasir dan semua bak serentak mendesah. Dan paling bergetar tinggi desahannya kurasakan adalah pasir-pasir yang kutapak ini.
“Aku ingin kita mempunyai dua anak yang lucu-lucu. Satu laki-laki dan satu perempuan. Sepasang!,” ucap Risman melanjutkan kalimatnya.

“Hanya dua? Mengapa tidak tiga?” tanyaku.
“Aku tak tahu mengapa. Aku hanya suka angka genap. Mungkin aku lahir di angka genap, tanggal 26, bulan enam, tahun tujuh puluh empat. Genap semua, bukan? Dan semoga aku mati nanti di angka genap juga.
“Hemm, genap. Ada apa dengan suatu angka genap sampai kau pun memilih tidur dalam angka genap, Risman?” tanyaku aneh.
“Aku hanya suka, itu saja. Tak usahlah kau hiraukan ucapanku tadi,” jawab Risman berusaha menganti topik.

“Tara, aku beri kau dua pilihan. Pertama, rumah pedesaan berhalaman luas yang dikelilingi padang sawah dan udara sejuk yang berasal dari pegunungan di belakang rumah. Atau  kedua, rumah di tepi pantai yang selalu diiringi deruan ombak dan sepoian angin yang mendesis. Di sanapun kau akan bermandikan sinar matahari dan kita berdua bisa puas memandang ia terbit dan ia terbenam. Kau akan pilih yang mana?”.
“Karena aku suka pasir putih di tepi pantai, aku pilih rumah yang nomor dua,” jawabku.
“Aku tahu mengapa kau suka pasir putih. Karena kau suka menganggap mereka bisa kau ajak mendesah bersama,kan?” goda Risman.
Aku lansung tertawa kecil mendengarnya.
“Tara, apakah kau siap bila kuajak ke penghulu esok hari, lusa, bulan depan, pokoknya dalam waktu dekat ini?” Tanya Risman mantap.
“Aku siap, Rismansyah!”. “Achhh.., finally!”, ku mendesah pelan. Pelan sekali.

* * *

Aku kembali menatap luas lautan yang tak berujung di tepi pantai ini. Semua masih tampak sama. Ada lambaian daun pohon kelapa. Angin mendesis. Langit penuh biru dan awan penuh putih. Burung-burung Elang yang selalu bertengger di karang besar itu. Dan hamparan pasir yang masih putih berkilau. Enam tahun yang lalu, pantai ini masih sunyi senyap, kini sudah berpenghuni kumpulan cottage. Sudah enam tahun jua. Aku tidak ke pantai ini. Hari ini, hari sabtu, tanggal 26, bulan Desember, tahun 2009 dan aku meneteskan air mata kembali. Aku teringat satu kata dari Risman“Berlayar” , ya Risman memang berlayar ke ranah Aceh untuk mengunjungi sanak-keluarganya. Aku berharap Risman bahagia karena dia Berlayar MenujuNya di saat ombak Tsunami menelan Risman dan semua keluarganya saat 26 Desember 2004. Di angka yang genap sesuai dengan keinginan Risman, walau ku tahu bukan Tsunami yang Risman inginkan. Tapi itulah garis takdir. Kita manusia hanya berkehendak, tapi Tuhan lebih berkuasa menentukan. Dan kita tak pernah mampu membaca apa yang nanti akan tersirat OlehNya. “Aku tersenyum mengenangmu, Risman!”.

“Achhh..,” desah pasir putih yang mengejutkanku.

“Hai, wanita isitmewanya Risman. Aku selalu suka tipe wanita sepertimu. Kau seperti sahabatku Sang Karang bertubuh tinggi besar di sebelah sana. Ia selalu kokoh berdiri. Biar pun ombak laut  keras menghajarnya. Biar pun badai alam kencang menerjangnya. Biar pun terik panas matahari yang sengit. Biar pun dinginnya malam menyelimutkan beku. Ia tetap berdiri tidak runtuh, kecuali saat takdir meruntuhkannya dan ia tak pernah menolak takdirnya. Ia serupa dengan kau, yang selalu menerima takdirmu ikhlas. Dan satu lagi, aku suka kedua bola mata bocah lelaki itu. Mirip sekali dengan mata milik Risman. Siapakah namanya gerangan?” kata pasir putih.
“OH iya, aku belum memperkenalkannya padamu,” sahutku.

“Rismannnn….kemari nak. Jangan jauh-jauh dari bunda. Main di sini aja, yuk!” seruku memanggilnya.

“Bagaimana kalau kita menyusun pasir-pasir ini menjadi sebuah Istana?” tanyaku mengajak.
Bocah itupun langsung menyentuh hamparan pasir putih.
“Achhhh..Pintarnya buah hatiku,” ku mendesah.
“Achhhh..Betapa senangnya aku bermain bersama dengan kedua orang istimewanya Risman,” ujar Pasir putih sambil mendesah.
“Achhhhh…!”, mereka pun mendesah bersama.

Bacaaan Selanjutnya »» "Pasir Putih Mendesah"

Puisi-puisi Wiji Thukul


Puisi-puisi Wiji Thukul
Wiji Thukul, yang bernama asli Wiji Widodo, seorang penyair kerakyatan dari Solo. Ia adalah salah satu dari 13 korban penculikan yang terjadi pada periode 1996-1998, yang hingga kini tidak diketahui kepastian keberadaannya.
Puisi-puisi Wiji Tukhul sangat melekat terutama di kalangan aktivis gerakan pro-demokrasi yang senantiasa digemakan dalam berbagai aksi untuk membangun semangat,
Puisi-puisi Wiji Thukul yang semula terhimpun dalam lima kumpulan buku puisi, kini telah disatukan ke dalam buku: Aku Ingin Jadi Peluru.Buku ini diterbitkan oleh Penerbit TERA, Magelang. Buku ini berisi 136 puisi yang dibagi atas lima buku atau lima kumpulan puisi. Buku 1: Lingkungan Kita Si Mulut Besar berisi 46 puisi.. Buku 2: Ketika Rakyat Pergi berisi 17 puisi. Buku 3: Darman dan Lain-lain berisi 16 puisi. Buku 4: Puisi Pelo berisi 29 puisi. Dan Buku 5: Baju Loak Sobek Pundaknya berisi 28 puisi. Dalam catatan penerbit, Buku 5 merupakan kumpulan sajak-sajak yang ditulis Wiji Thukul ketika ia berada di masa pelarian.
Yayak Iskra, seorang aktivis yang banyak membuat lagu anak/rakyat merdeka dan dikenal pula dengan gambar-gambarnya, membuat seri gambar berisi puisi-puisi untuk mengenang Wiji Thukul. Sebagian  ditampilkan dalam Kumpulan Fiksi.
PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.

(Wiji Thukul, 1986)

SAJAK SUARA
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!

sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan

BUNGA DAN TEMBOK
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Di manapun – tirani harus tumbang!
TENTANG SEBUAH GERAKAN
.
Tadinya aku pingin bilang
aku butuh rumah
tapi lantas kuganti
dengan kalimat
SETIAP ORANG BUTUH TANAH
ingat: Setiap orang
.
aku berpikir
tentang sebuah gerakan
tapi mana mungkin
aku nuntut sendirian
.
aku bukan orang suci
yang bisa hidup dari sekepal nasi
dan air sekendi
aku butuh celana dan baju
untuk menutup kemaluanku
.
aku berpikir
tentang sebuah gerakan
tapi mana mungkin
kalau diam
___
NYANYIAN AKAR RUMPUT
jalan raya dilebarkan
kami terusir
mendirikan kampung
digusur
kami pindah-pindah
menempel di tembok-tembok
dicabut
terbuang

kami rumput
butuh tanah
dengar!
Ayo gabung ke kami
Biar jadi mimpi buruk presiden!

Bacaaan Selanjutnya »» Puisi-puisi Wiji Thukul

Minggu, 14 Oktober 2012

Siapakah Polisi Paling Jujur di Indonesia ?


Biografi Hoegeng - Polisi Paling Jujur Di Indonesia

Biografi HoegengHoegeng Imam Santoso merupakan putra sulung dari pasangan Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi Kalsoem. Beliau lahir pada 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan. Meskipun berasal dari keluarga Priyayi (ayahnya merupakan pegawai atau amtenaar Pemerintah Hindia Belanda), namun perilaku Hoegeng kecil sama sekali tidak menunjukkan kesombongan, bahkan ia banyak bergaul dengan anak-anak dari lingkungan biasa. Hoegeng sama sekali tidak pernah mempermasalahkan ningrat atau tidaknya seseorang dalam bergaul. Masa kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi, karena itu ia seringkali berpindah-pindah rumah kontrakan.

Hoegeng kecil juga dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal. Hoegeng mengenyam pendidikan dasarnya pada usia enam tahun pada tahun 1927 di Hollandsch Inlandsche School (HIS). Tamat dari HIS pada tahun 1934, ia memasuki Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yaitu pendidikan menengah setingkat SMP di Pekalongan. Pada tahun 1937 setelah lulus MULO, ia melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School (AMS) pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta. Pada saat bersekolah di AMS, bakatnya dalam bidang bahasa sangatlah menonjol. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang suka bicara dan bergaul dengan siapa saja tanpa sungkan-sungkan dengan tidak mempedulikan ras atau bangsa apa.

Kemudian pada tahun 1940, saat usianya menginjak 19 tahun, ia memilih melanjutkan kuliahnya di Recht Hoge School (RHS) di Batavia. Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo.


Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).


Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Selama ia menjabat sebagai kapolri ada dua kasus menggemparkan masyarakat. Pertama kasus Sum Kuning, yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur, Sumarijem, yg diduga pelakunya anak-anak petinggi teras di Yogyakarta. Ironisnya, korban perkosaan malah dipenjara oleh polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu. Lalu merembet dianggap terlibat kegiatan ilegal PKI. Nuansa rekayasa semakin terang ketika persidangan digelar tertutup. Wartawan yg menulis kasus Sum harus berurusan dengan Dandim 096. Hoegeng bertindak. Kita tidak gentar menghadapi orangorang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Mahaesa. Jadi, walaupun keluarga sendiri, kalau salah tetap kita tindak. Geraklah the sooner the better, tegas Hoegeng di halaman 95.

Kasus lainnya yg menghebohkan adalah penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjah jadi. Berkat jaminan, pengusaha ini hanya beberapa jam mendekam di tahanan Komdak. Sungguh berkua sanya si penjamin sampai Ke jaksaan Jakarta Raya pun memetieskan kasus ini. Siapakah si penjamin itu? Tapi, Hoegeng tak gentar. Di kasus penyelundupan mobil mewah berikutnya, Robby tak berkutik. Pejabat yg terbukti menerima sogokan ditahan. Rumor yg santer, gara-gara membongkar kasus ini pula yg menyebabkan Hoegeng di pensiunkan, 2 Oktober 1971 dari jabatan kapolri. Kasus ini ternyata melibatkan sejumlah pejabat dan perwira tinggi ABRI (hlm 118). Bayangan banyak orang, memasuki masa pensiun orang pertama di kepolisian pasti menyenangkan. Tinggal menikmati rumah mewah berikut isinya, kendaraan siap pakai. Semua itu diperoleh dari sogokan para pengusaha.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.

“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.

Hoegeng diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971, dan ia kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan. Pemberhentian Hoegeng dari jabatannya ini menyisakan sejumlah tanda tanya di antaranya karena masa jabatannya sebagai Kapolri saat itu belum habis. Berbagai spekulasi muncul berkaitan dengan pemberhentiannya tersebut, antara lain dikarenakan figurnya terlalu populer dikalangan pers dan masyarakat. Selain itu ada pula yang menyebutkan bahwa ia diganti karena kebijaksanaannya tentang penggunaan helm yang dinilai sangat kontroversi.

Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yg anti disogok. Pria yg pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah. Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yg kemudian menjadi satu-satunya mobil yg ia miliki.Pengabdian yg penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari. Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yg masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.

Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.

“Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.

Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.

Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500! Dalam acara Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000. Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun. Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya. Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.


Itulah sekadar beberapa catatan kenangan untuk Pak Hoegeng yg baru saja meninggalkan kita. Seorang yg hidupnya senantiasa jujur, seorang yg menjadi simbol bagi hidup jujur, dan simbol bagi kejujuran yg hidup.

Tak heran, Almarhum Gus Dur pernah berkata,

"Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng."


Referensi :

  • http://id.wikipedia.org/wiki/Hoegeng_Imam_Santoso
  • http://livebeta.kaskus.us/thread/000000000000000006988173/
  • http://livebeta.kaskus.us/thread/000000000000000013891889/polisi-paling-jujur-di-indonesia
  • http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=853⊂=11&view=news
Bacaaan Selanjutnya »» Siapakah Polisi Paling Jujur di Indonesia ?

Sabtu, 13 Oktober 2012

Ibnu Al-Nafis


Ibnu Nafis adalah salah satu cendekiawan islam penemu ilmu peredaran darah dalam dunia kedokteran. Ada sementara kalangan yang menyatakan, mengungkap kejayaan Islam dalam bidang sains di masa lalu tak lebih sekadar kenangan belaka. Lebih banyak mudharatnya. Sepintas, klaim seperti itu mungkin ada benarnya. Tapi, bila dikaji lebih akurat lagi dan mendalam, pengungkapan kembali masa keemasan Islam, terutama di era abad pertengahan itu, sebenarnya mengandung pesan penting, bahwa selama ini telah terjadi semacam distorsi sejarah terkait penemuan-penemuan para Ilmuwan Muslim di masa lalu.

Yang paling dikenal saat ini tentu saja penemuan-penemuan ilmuwan Barat, dalam banyak bidang. Padahal, jauh sebelum ilmuwan Barat itu menemukan satu teori, teori tersebut telah ditemukan ratusan tahun sebelumnya oleh putra-putra terbaik Islam. Di sinilah relevansi pengungkapan kembali khazanah yang ’dilenyapkan’ oleh penulisan sejarah secara sepihak itu. Meluruskan sejarah, kira-kira begitu.

Salah satu yang menjadi korban distorsi sejarah itu adalah Ibnu Nafis. Pakar kedokteran yang bernama lengkap ’Alauddin Abu Hassan Ali Ibnu Abi Al-Hazm Al-Qurasi ini, dikenal sebagai ahli di bidang peredaran darah paru-paru. Sejauh ini, ilmuwan yang dikenal khalayak sebagai penemu teori peredaran darah paru-paru adalah ilmuwan kedokteran asal Inggris bernama William Harwey (1578-1675 M).

Selain Harwey, ada ilmuwan Barat lainnya yang juga mengklaim sebagai penemu bidang ini, yakni Michael Servetus, dan beberapa ilmuwan lainnya. Padahal, 300 tahun sebelumnya, seorang ulama yang juga dokter Muslim asal Mesir telah berbicara dan cukup mendetil mengungkap teori tersebut. Ibnu Nafis, ilmuwan Muslim inilah yang mengungkap dan menemukan teori tersebut.

Ibnu Nafis dilahirkan di kota Damaskus, Syria pada tahun 1210 M. Dibesarkan dalam keluarga yang tat beragama, Ibnu Nafis tumbuh di kota kelahirannya yang saat itu cukup kondusif bagi dinamika dan perkembangan intelektualisme. Talentanya terhadap ilmu pengetahuan dan sain telah terlihat sejak kecil.

Menurut Hussein Haekal dalam bukunya At-Tarikh Al-Islami (Kaira, 1970), ketertarikan ilmuwan Muslim ini semakin besar sejak ia berguru pada beberapa ulama terkenal, khususnya dalam bidang sains dan kedokteran. Haekal mencatat, di antara beberapa guru yang amat berjasa dan berpengaruh dalam kehidupan keilmuannya adalah, Syekh Al-Dahwar, Radhiuddin Rahabi, dan Umran Isra’ili.

Sejak inilah, perkembangan mendasar dialami Ibnu Nafis. Bagai tak pernah puas, menginjak dewasa, Ibnu Nafis berpetualang ke Kairo, Mesir. Tak jelas, tahun berapa ia ke negeri Piramid ini. Namun, seperti ditulis pakar sejarah Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Kontemporer (2002), Ibnu Nafis menapaki secara mendalam dunia keilmuan, khususnya pada bidang kedokteran.

Konsistensinya pada bidang yang digelutinya ini, ditulis Azyumardi, ia buktikan dengan membaktikan dirinya pada sebuah rumah sakit Nasiri di kota Kairo. Tak sia-sia, karir Nafis cukup bagus. Puncaknya, ketika ia dipercaya menjadi direktur RS tersebut. Seperti kebanyakan ilmuwan Muslim lainnya, selain menguasai bidang yang ditekuninya semisal Ibnu Sina yang bapak kedokteran tapi juga ahli dalam ilmu fikih, filsafat dan disiplin agama lainnya, demikian halnya dengan Ibnu Nafis.

Selain dikenal pakar peredaran darah paru-paru, Ibnu Nafis juga seorang alim yang menguasai ilmu fikih, filsafat, serta ilmu bahasa, yakni gramatika. Tak hanya itu, Ibnu Nafishttp://4.bp.blogspot.com/-9jZsdE02B-o/Tgn6SlCiCJI/AAAAAAAAAW4/SVpJRKNQwGU/s1600/ibn+nafis+buku+ilmu.jpg juga hafal Al-Qur’an dan menguasai banyak Hadits Nabi SAW. Kepada dua sumber utama inilah, selalu ia merujuk setiap teori dan karya yang ia temukan.

Seperti disinggung di atas, Ibnu Nafis menemukan teori peredaran darah paru-paru terungkap dalam karyanya berjudul Syarah Tasyrif Qonuun (Penjelasan Kitab Qanun). Karya Nafis ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari uraian anatomi Ibnu Sina (w.1037) dalam kitabnya Al Qanuun. Dalam bukunya tersebut, Ibnu Nafis antara lain menulis, secara terperinci paru-paru itu terdiri dari unsur-unsur: cabang-cabang trachea (buluh pernafasan), cabang-cabang arteria venosa dan cabang-cabang vena arteriosa. Ketiga unsur-unsur tersebut dirangkaikan oleh jaringan lunak berpori.

Pentingnya vena arteriosa bagi paru-paru, tulis Nafis, ada;ah membawa darah yang telah dimurnikan dan dihangatkan oleh jantung bagian kanan. Darah tersebut lalu mengalir dalam cabang-cabang terhalus vena arteriosa hingga kantung-kantung udara (atau yang lebih populer dengan nama alveolus MS), sehingga bercampur dengan udara dan bergabung dengannya.

Sementara fungsi arteri venosa untuk paru-paru dengan demikian adalah membawa udara yang telah bergabung dengan darah, dari paru-paru dengan ke bilik kiri jantung. Di tempat inilah dihasilkan substansi vital dari percampuran dan gabungan tersebut.
Menurut Nafis, pendapat Ibnu Sina dalam kitabnya Al-Qonuun yang menyebutkan bahwa jantung terdiri dari 3 bagian tidaklah tepat. Jantung, kata Nafis, hanya memiliki 2 bilik saja, yakni kiri dan kanan. Antara keduanya tidak ada pori-pori apa pun. Bahkan dinding yang memisahkannya sangat tebal.

Pada konteks ini pula, ia melengkapi teori Sina yang menyatakan, jantung memperoleh makanan dari darah yang berasal dari bilik kanan. Sebenarnya hal ini tidak benar. Jantung, urai Nafis, mendapatkan makanan dari darah yang terdapat dalam pembuluh-pembuluh darah yang terbenam dalam substansi jantung tersebut.

Pembuluh darah yang terbenam itu, di kemudian hari dikenali sebagai arteri koronaria, suatu pembuluh nadi yang amat vital. Menurut Nafis, sumbatan pada pembuluh darah ini akan menyebabkan serangan jantung secara mendadak. Dari uraiannya tersebut dapat disimpulkan bahwa Nafis melihat jantung dan paru-paru secara konprehensif.
Menurutnya, paru-paru dan jantung merupakan dua unsur tak terpisahkan dari suatu kesatuan yang kini lebih dikenali orang sebagai kardio pilmoner (sistem jantung paru-paru). Makna uraian Nafis ini pada konteks modern sekarang ini dinilai amat penting mengingat perkembangan dunia kedokteran yang kian maju dengan ditemukannya pelbagai teori baru. Nafis telah merintis fondamen-fondamen bagi teori baru kedokteran tersebut.

Selain itu, Nafis juga menyatakan bahwa fungsi paru-paru yang terdiri atas tulang rawan adalah untuk membawa udara yang telah terpakai. Jaringan lunak berfungsi untuk mengisi rongga antara ketiga unsur, yakni trachea, arteria venosa dan vena arteriosa, dan meyatukannya sehingga terbentuk alat tubuh yang bernama paru-paru, Nafus juga menguraikan tentang struktur halus paru-paru, baik tentang struktur halus paru-paru, baik tentang unit terkecil anatomis maupun fungsional.

Uraiannya tentang hal ini amat menakjubkan dan dibenarkan jauh hari kemudian oleh berbagai penelitian mikro-anatomi. Tak hanya itu, penjelasan terperinci Nafis tentang peredaran paru-paru juga amat mengesankan dan terbukti dibenarkan oleh pembuktian penelitian di kemudian hari.

Menurut Dr. Sharif Kaf Al-Ghazal, dokter dan pendiri sekaligus anggota dewan eksekutif The International Society for History of Islamic Medicine, dalam tulisannya disitus Islamonline edisi Agustus 2002, bahwa penjelasan Nafis soal ini jauh sebelum Servetus mengungkapkannya (300 tahun sebelumnya), yang hanya menyinggung sepintas dalam suatu uraian tentang teologi.

Di atas semua teori yang telah ditemukannya itu, Ibnu Nafis telah membuktikan penemuan amat mengagumkan dalam dunia sains dan kedokteran yang mengilhami perkembangan dan kemnjuan kedokteran modern. Ilmuwan yang ulama ini wafat di Kairo, pada 1288 M. Nafis dan Karya Tak hanya produktif dalam karya, prestasi yang diraih Nafis dalam bidang kedokteran bahkan dinilai banyak kalangan menjadi titik tolak tak terhingga dalam dunia kesehatan secara umum. Bahkan, dalam bidang pengobatan, Nafis jauh lebih spektakuler dibanding Ibnu Sina yang dinilai sebagai Bapak Kedokteran modern itu.

Tak berlebihan memang pujian itu. Nafis misalnya dalam bidang pengobatan lebih membiasakan pada pola diet ketimbang obat-obatan yang rumit yang dianggap obat paten di masa itu. Memang ia tak hanya pandai berteori.

Ibnu Nafis juga kaya akan karya. Puluhan buku telah ia tulis, baik di bidang keislaman maupun kedokteran. Dalam bidang kedokteran misalnya, yang paling populer adalah berjudul Al-Kitab As Syamil fil Tibb (Kitab Lengkap dalam Bidang Kedokteran). Kitab ini dinilai amat mendasar dan besar pengaruhnya dalam sistem pengobatan modern.
Tak hanya itu, karya Nafis tersebut juga merupakan ensiklopedi kedokteran terlengkap, yang menurut Dr. Sharif Kaf Al-Ghazal, bila dirampung seluruhnya akan mencapai 300 jilid. Sayang ajal menjemputnya, kala itu. Hingga hayatnya, baru selesai 80 jilid. Beberapa di antara masih dapat dijumpai di perpustakan internasional, seperti di perpustakaan Bodley, Oxford. Karya Nafis lainnya, yakni Al-Mahaddah fil Al Kuhul. Kitab ini menguraikan tentang oftalmologi, yakni suatu penyakit mata. Ia juga menulis tentang makanan dan sistem diet.

Bukunya berbicara soal ini berjudul Al-Mukhtar min Al-Aghdiya. Selain itu, ia juga menulis buku berjudul Syarah Fushul Ibungrat (soal aphorisme Hippocrates), buku Syarah Jaqdimat Makrifat (komentar tentang prognosis Hipprocrates). Ia menulis syarah Hunain Ibnu Ishaq, dokter besar yang menterjemahkan karya-karya Yunani ke bahasa Arab, berjudul Syarah Masail Hunain Ibnu Ishaq, serta Al Muiz Al-Tibb, dan Al-Hidayah fi Al-Tibb. Sebagian karyanya tersebut, telah dialihbahasakan keberbagai bahasa latin, seperti Italia, Perancis, Inggris, dan Rusia.


Bacaaan Selanjutnya »» Ibnu Al-Nafis

Renungan Seorang Mahasiswa

Tepat pikul 03.00 WITA, Diskusi kelompok yang diadakan di Ruangan Kep.II.A STIKES Panrita Husada Bulukumba pun usai, diskusi kali ini merupakan diskusi kelompok yang terakhir untuk mata kuliah Psikologi dalam Keperawatan yang di bawakan oleh bapak Syamsul Bahri, yang hangat disapa Pak Syam. Kuliah kali ini terasa berkesan untuk pembuka semester tiga tahun ini. Dosen yang dikenal ramah tama ini juga dikenal Dosen yang sangat disiplin penuh. Memang sih, kalo dipikir pendek itu merupakan suatu tindakan yang kejam bagi seorang mahasiswa, khususnya di bidang Kesehatan yang penuh kesibukan akan buku-buku dan tugas. Akan tetapi itu merupan suatu tindakan yang sangat membimbing, apalagi di zaman ini sebagian mahasiswa dikenal akan kemalasanya dalam berbagai hal.
Kali ini merupakan pertemuan yang terakhir dengan beliau, ia pun memberiakan suatu kata motovasi yang sangat mendorong kita untuk menjadi lebih baik lagi. kalimat tersebut diantaranya :

  1. Mahasiswa akan selalu melewati kegagalan dalam menuju kesuksesan
  2. Pasien tidak pernah menjadi pendengar dengan baik atas nasihat seorang perawat, tetapi mereka tidak pernah gagal meniru.
  3. Jika seorang paisen diterima apa adanya, ia akan belajar untuk menerima dirinya sendiri.
  4. Tuhan memberi pekerjaan bukan untuk membebani hambanya, melainkan sebuah anugra baginya.
  5. Dosen memberi tugas agar mahasiswa memiliki nilai lebih, dibanding individu yang putus sekolah.
  6. Ketika pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan, tetapi sering kalinya kita terpaku terlalu lama, ada pintu yang tertutup. Sehingga tidak melihat pintu lain yang di bukakan bagi kita.
Moga-moga para pembimbing, Guru-guru, para Dosen menjadi lebih baik dari pada beliau, ini merupakan langkah awal membuat agar Indonesia yang tercinta dapat bersinar di dunia.
AMIN.....!!!!
Bacaaan Selanjutnya »» Renungan Seorang Mahasiswa

Selasa, 09 Oktober 2012

STIKes Panrita Husada Bulukumba


Visi dan Misi STIKES panrita Husada Bulukumba


Visi
STIKES panrita Husada Bulukumba Menghasilkan tenaga kesehatan profesional beriman dan bertaqwa.

Misi 
  1. Menyelenggarakan pendidikan dan kurikulum berbasis kompetensi sesuai dengan disiplin ilmu keperawatan dan kebidanan.
  2. Mengembangkan Sistem pengelolaan pendidikan dan Manajemen terpadu.
  3. Melaksanakan penelitian dan pengabdian kemasyarakatan terhadap kondisi kesehatan, dan sosial ekonomi.
  4. Menyelenggarakan pengkajian keagamaan untuk meningkatkan ketaqwaan.
  5. Mengembangkan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang memadai.


Bacaaan Selanjutnya »» STIKes Panrita Husada Bulukumba